Saturday, December 5, 2009

Mengunjungi "Deso" : masih prospekkah desa wisata di Sleman ?

Beberapa dekade yang lalu, barangkali orang masih asing dengan istilah desa wisata atau village tourism. Namun, bagi orang yang hidup pada era abad 21, istilah village tourism bukanlah sesuatu yang asing lagi. Banyak sekali pengunjung dari seluruh dunia mencari destinasi wisata desa di belahan bumi lain untuk berkunjung dan berlibur. Sebagai ilustrasi, seorang turis asal Eropa yang tertarik untuk datang ke sebuah desa di India untuk menyatu dengan alam dan penduduk desa. Seorang bisnisman dari Singapore yang tertarik untuk melihat nuansa pegunungan dan melihat tanaman padi di sawah atau ingin memetik buah sendiri di kebun. Di era seperti sekarang ini, hal itu sudah lazim. Singkat kata, apabila kota Paris memiliki menara Eifel dan gaya hidup jet set, maka pada suatu saat nantinya, Sleman-pun memiliki sawah, ladang serta budaya yang menarik untuk dikunjungi. Apakah visi ini terlampau berlebihan apabila melihat situasi dan kondisi yang ada sekarang ini ?Bagaimanakah desa wisata di Indonesia pada umumnya dan Sleman pada khususnya ? Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki 60 desa wisata dan empatpuluh diantaranya terdapat di Sleman. Apakah keempatpuluh desa wisata di Sleman berkualitas ataukah hanya sekedar wilayah-wilayah yang diberi umbul-umbul karena adanya lomba desa wisata tingkat kabupaten ?

Diantara ciri khas yang membedakan satu desa wisata dengan desa wisata yang lainnya diantaranya adalah penekanan pada aspek alam dan pertanian, budaya dan kerajinan. Meski berakar dari basis yang sama, namun pengembangannya berbeda-beda. Kampung Wisata Garongan, misalnya berbeda dengan kampung wisata Kelor. Kampung wisata Garongan memfokuskan diri pada pasar ikan, buah peppino dan kesenian tradisional sedangkan kampung wisata Kelor memfokuskan pada kebun salak pondoh, wisata sejarah (peninggalan joglo dan kemerdekaan) dan kesenian tradisional. Sepintas kelihatan sama, nama citarasa keduanya berbeda.


Pasar ikan dan pemancingan Garongan sangat terkenal. Berikut ini adalah penunjuk jalan menuju pasar ikan dan pemancingan Garongan. Desa wisata kampung sejarah Kelor memiliki kekhasan dibandingkan Garongan. Ada outbound dan homestay di desa wisata ini.






Berdasarkan obyek-obyek yang ditawarkan tersebut dapat dikatakan bahwa wisata pedesaan tersebut merupakan salah satu dari sekian banyak bentuk Eco-Tourism yang dewasa ini baru gencar-gencarnya dikembangkan di seluruh dunia. Sebagaimana sebuah desa wisata di Nepal yang bisa "dijual" dengan mudah karena citra Nepal sebagai tempat wisata spiritual dan pegunungan. Sedangkan sebuah desa wisata di Eropa yang menawarkan paket wisata desa penghasil anggur terbaik di dunia. Bagaimanakah dengan Indonesia ?

Banyak sekali desa wisata di Indonesia yang berhasil adalah yang berada di Pulau Bali, karena kultur dan budaya Bali sangat mendukung berikut promosi yang dilakukan berbagai pihak yang berkompeten. Di wilayah Sleman,tingkat hunian belum optimal (sumber : Media Indonesia) karena selama ini upaya-upaya yang dilakukan tidak kontinyu. Oleh karena itu, agar bisa dibentuk desa wisata yang bagus, maka upaya yang dilakukan haruslah digarap serius dan persistent. Tanpa itu, maka desa wisata yang maju, hanyalah menjadi sebuah impian belaka. Bukanlah sesuatu yang berlebihan apabila pada PILKADA mendatang, rakyat Sleman memilih Bupati yang memiliki program yang serius menangani desa wisata ini. MAD.

No comments:

Post a Comment