Thursday, December 17, 2009

The Riverside Jogja : Membangun sebuah cottage dan cafe di pedesaan

The Riverside Jogja, demikianlah nama sebuah cottage and cafe yang ada di dusun Kalireso,Candibinangun,Pakem,Sleman. Sebuah tempat asri nan alami ditepi sungai Boyong, tepat di atas rumah makan Boyong Kalegan.Teuku Dalin, sang pemilik mengajakku berkeliling "kompleks" cottage and cafe nan mungil tersebut. Sebagai seorang yang bergerak dalam dunia entertainment dan social empowerment, Bang Dalin ini memiliki visi bahwasanya membangun pariwisata dapat dilakukan melalui hal-hal yang sepele. Ia menambahkan bahwa apabila desa wisata di Sleman ingin maju, maka yang harus dilakukan adalah promosi dan pembenahan-pembenahan.Sebagai contoh, ia menyebutkan bahwa ketika wisatawan mancanegara berkunjung ke sebuah desa wisata yang mereka inginkan adalah suasana alami plus. Maksud plus disini adalah, sajikan makanan, minuman yang sealami mungkin namun masalah MCK harus bersih.

The Riverside Jogja terdiri dari sebuah cafe yang berbentuk joglo dan dua buah cottage. Pengunjung yang berasal dari kota besar, biasanya senang sekali dengan suasana sungai Boyong yang sejuk dan rindangnya pepohonan.



Untuk dapat melihat informasi lebih jauh mengenai The Riverside Jogja ini, dapat mengunjungi website resmi di http://www.riverside-jogja.com/


Selengkapnya...

Saturday, December 12, 2009

Mbangun deso bukan berarti gaptek coy !!!

Selama ini sebagian besar orang Indonesia beranggapan bahwa mbangun deso identik dengan gagap teknologi alias lebay abiiiiiis ngga paham teknologi. Padahal, banyak sekali inovasi yang dapat dilakukan dengan menggabungkan antara potensi lokal dan teknologi. Selama ini para pemuda desa menyalahartikan modernitas dan teknologi, sehingga tidak bisa menjadikan teknologi sebagai alat, namun justru sebaliknya malah dijadikan alat oleh teknologi untuk memasarkan teknologi. Heran ?

Suatu saat saya melihat seorang pemuda lulusan SMA sedang menggunakan internet di sebuah kecamatan di desa hanya untuk mengakses situs porno. Penyalahgunaan internet untuk hal-hal yang tidak berguna, bahkan membahayakan apabila salah. Sang pemuda itu, bisa menghabiskan waktu lebih dari tiga jam sehari untuk pergi ke warnet di kota kecamatan dengan menggunakan uang saku dari orang tuanya.
Saya bukanlah anti internet masuk pedesaan, karena saya sendiri paling tidak sehari online untuk kontak teman-teman saya yang sedang studi di luar negeri maupun membuka ide-ide baru. Saya hanya bermimpi, apabila internet ini bisa digunakan sebagai alat untuk menjual apa saja yang berbau lokal, sehingga laku di ranah nasional, regional maupun internasional. Di India, internet telah menginspirasi berbagai pihak, termasuk di dalamnya membentuk e-Farm, sebuah sistem pengelolaan rantai pasok hasil pertanian yang menghubungkan antara petani, pedagang perantara dan pada ujung rantai, konsumen. Untuk mendapatkan cara kerja e-Farm di India, dapat dilihat pada video di YouTube (Silahkan click).

Bagaimanakah hal ini bisa dilaksanakan di Indonesia pada umumnya dan Sleman pada khususnya ? Sebagian besar warga Sleman pasti akan skeptis, bahkan apriori terhadap konsep e-Farm ini, namun apabila kita analisis konsep e-Farm ini bisa diterapkan dengan mengelola yang telah ada yang bahkan selama ini hanya menjadi aset yang menganggur dan tidak berfungsi. Sebagai ilustrasi sederhana, pengelolaan Pasar Agropolitan di Turi yang selama ini nampak sepi (paling tidak dalam kacamata orang awam seperti saya ini).

Selama ini, pasar Agropolitan yang dimaksudkan sebagai sentra perdagangan di Donokerto ini tidaklah seramai yang diharapkan, bahkan sekarang ini nampak seperti "pasar hantu". Seorang rekan saya yang ikut serta dalam perburuan foto berseloroh, "Andaikata di sekitarnya terdapat pohon beringin, dapat dipastikan pasar agropolitan ini menjadi pada akhirnya malah menjadi pasar jin beneran". Lalu, kami berdua "ngakak" sambil memotret sudut yang paling representatif untuk mengutarakan "ke-hantu-an" itu.

Sebenanrya, pasar Agropolitan semacam ini bisa menjadi semacam "supply hub" dimana di pasar tersebut terdapat pusat informasi harga salak pondoh beserta hasil bumi lain sehingga petani bisa menjual produk-produknya di pasar ini sebagai supplier. Di ujung lain sana, jaringan terhubung dengan sebuah sentra virtual dimana terdapat informasi mengenai ketersediaan supply dan demand berikut harga di pasaran. Selama ini, terdapat semacam assymetric information dalam rantai pasok hasil bumi sehingga petani tidak memiliki akses informasi pasar mengenai harga beserta fluktuasinya. Dengan adanya e-Farm ini, informasi asimetrik (assymetric information) mengenai harga dan kuantitas dapat dikurangi karena terdapat transparasi harga.

Dengan melihat keberhasilan pembangunan di India dengan e-Farm ini, kemudian kita layak bertanya, apa yang dimiliki oleh orang India yang kita tidak miliki dan apa yang harus dimiliki agar e-Farm bisa berhasil. Last but not least, maukah kita membangun desa tanpa meninggalkan teknologi dan mengadopsi teknologi tanpa melupakan pembangunan pedesaan. Bukankah dengan masuknya internet "digital divide" bisa dikurangi ? Barangkali internet akan dilihat sebagai sarana teknologi lain, sebagaimana traktor yang digunakan untuk menggantikan sarana membajak sawah yang dahulu digunakan oleh kakek-nenek kita di pedesaan, yaitu "bajak plus kerbau".

Hal yang tetap di dunia ini adalah perubahan itu sendiri. Dan, apabila perubahan itu "inevitable", bisakah kita menumpangi perubahan itu dan bukannya ditumpangi sampai "gepeng" ?

MAD











Selengkapnya...

Sunday, December 6, 2009

Pasar : antara yang tradisional dan modern

Pasar atau market, sebuah kata yang berarti tempat bertemunya penjual dan pembeli. Berdasarkan definisinya, maka pasar merupakan sebuah tempat baik virtual maupun riil dimana penjual sebuah produk atau jasa bertemu dengan pembeli produk atau jasa dimana di dalamnya terdapat tawar menawar antara supply, demand dan harga.
Dalam konteks tradisional jaman dahulu di pedesaan, pasar merupakan tempat jual beli yang ada pada suatu wilayah (biasanya kalau di Sleman di tingkat kelurahan dan kecamatan) dimana penjual dan pembeli bertemu pada saat yang telah ditentukan sesuai dengan hari pasaran. Pasar Tempel yang setiap hari ada aktivitas pasar dibandingkan Pasar Turi yang beraktivitas pada hari pasaran tertentu.

Pasar Cebongan yang terletak di kelurahan Cebongan, kecamatan Seyegan

Kecamatan Seyegan satellite map


Selengkapnya...

Saturday, December 5, 2009

Mengunjungi "Deso" : masih prospekkah desa wisata di Sleman ?

Beberapa dekade yang lalu, barangkali orang masih asing dengan istilah desa wisata atau village tourism. Namun, bagi orang yang hidup pada era abad 21, istilah village tourism bukanlah sesuatu yang asing lagi. Banyak sekali pengunjung dari seluruh dunia mencari destinasi wisata desa di belahan bumi lain untuk berkunjung dan berlibur. Sebagai ilustrasi, seorang turis asal Eropa yang tertarik untuk datang ke sebuah desa di India untuk menyatu dengan alam dan penduduk desa. Seorang bisnisman dari Singapore yang tertarik untuk melihat nuansa pegunungan dan melihat tanaman padi di sawah atau ingin memetik buah sendiri di kebun. Di era seperti sekarang ini, hal itu sudah lazim. Singkat kata, apabila kota Paris memiliki menara Eifel dan gaya hidup jet set, maka pada suatu saat nantinya, Sleman-pun memiliki sawah, ladang serta budaya yang menarik untuk dikunjungi. Apakah visi ini terlampau berlebihan apabila melihat situasi dan kondisi yang ada sekarang ini ?Bagaimanakah desa wisata di Indonesia pada umumnya dan Sleman pada khususnya ? Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki 60 desa wisata dan empatpuluh diantaranya terdapat di Sleman. Apakah keempatpuluh desa wisata di Sleman berkualitas ataukah hanya sekedar wilayah-wilayah yang diberi umbul-umbul karena adanya lomba desa wisata tingkat kabupaten ?

Diantara ciri khas yang membedakan satu desa wisata dengan desa wisata yang lainnya diantaranya adalah penekanan pada aspek alam dan pertanian, budaya dan kerajinan. Meski berakar dari basis yang sama, namun pengembangannya berbeda-beda. Kampung Wisata Garongan, misalnya berbeda dengan kampung wisata Kelor. Kampung wisata Garongan memfokuskan diri pada pasar ikan, buah peppino dan kesenian tradisional sedangkan kampung wisata Kelor memfokuskan pada kebun salak pondoh, wisata sejarah (peninggalan joglo dan kemerdekaan) dan kesenian tradisional. Sepintas kelihatan sama, nama citarasa keduanya berbeda.


Pasar ikan dan pemancingan Garongan sangat terkenal. Berikut ini adalah penunjuk jalan menuju pasar ikan dan pemancingan Garongan. Desa wisata kampung sejarah Kelor memiliki kekhasan dibandingkan Garongan. Ada outbound dan homestay di desa wisata ini.






Berdasarkan obyek-obyek yang ditawarkan tersebut dapat dikatakan bahwa wisata pedesaan tersebut merupakan salah satu dari sekian banyak bentuk Eco-Tourism yang dewasa ini baru gencar-gencarnya dikembangkan di seluruh dunia. Sebagaimana sebuah desa wisata di Nepal yang bisa "dijual" dengan mudah karena citra Nepal sebagai tempat wisata spiritual dan pegunungan. Sedangkan sebuah desa wisata di Eropa yang menawarkan paket wisata desa penghasil anggur terbaik di dunia. Bagaimanakah dengan Indonesia ?

Banyak sekali desa wisata di Indonesia yang berhasil adalah yang berada di Pulau Bali, karena kultur dan budaya Bali sangat mendukung berikut promosi yang dilakukan berbagai pihak yang berkompeten. Di wilayah Sleman,tingkat hunian belum optimal (sumber : Media Indonesia) karena selama ini upaya-upaya yang dilakukan tidak kontinyu. Oleh karena itu, agar bisa dibentuk desa wisata yang bagus, maka upaya yang dilakukan haruslah digarap serius dan persistent. Tanpa itu, maka desa wisata yang maju, hanyalah menjadi sebuah impian belaka. Bukanlah sesuatu yang berlebihan apabila pada PILKADA mendatang, rakyat Sleman memilih Bupati yang memiliki program yang serius menangani desa wisata ini. MAD.

Selengkapnya...

Saturday, November 28, 2009

Kecamatan Depok

Depok adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Kantor Kecamatan Depok di Komplek Kolombo No.50 A, Desa Catur Tunggal. Lokasi ibu kota kecamatan Depok berada di 7.75715‘ LS dan 110.39625‘ BT. Kecamatan Depok merupakan wilayah dengan pertumbuhan paling pesat di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berada di Kawasan Utara Aglomerasi Kota Yogyakarta, Depok terasa istimewa dengan keberadaan berbagai perguruan tinggi, obyek vital, dan kawasan pemukiman baru. Kawasan yang terdiri dari 3 Desa dan 58 Dusun ini sudah sedemikian menyatu dengan kota Yogyakarta, sehingga batasnya tak kelihatan lagi. Kecamatan Depok dihuni oleh 119.063 jiwa (Data Kantor Kependudukan & Catatan Sipil, Kab. Sleman 2006) yang terdiri dari 61.614 laki-laki, dan 57.449 perempuan, mereka terbagi dalam 33.113 Kepala Keluarga.

Di Kecamatan ini terdapat berbagai tak kurang 23 perguruan tinggi diantara yang terkenal adalah Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Islam Negeri (IAIN Sunan Kalijaga) Yogyakarta, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta, Universitas Atmajaya Yogyakarta, dan STIE YKPN Yogyakarta. Keberadaan berbagai perguruan tinggi tersebut menghadirkan ribuan pelajar, mahasiswa dan pendatang yang berdomisili di daerah ini.

Selain pertumbuhan ekonomi yang tinggi, angka kriminalitas di Kecamatan Depok juga tertinggi di Kabupaten Sleman, bahkan menurut hampir 3/4 kasus kriminalitas di Kabupaten Sleman terjadi di wilayah ini. Kebanyakan kasus kriminal yang terjadi adalah Curanmor dan Narkoba. Untuk mengantisipasinya, terdapat tiga Polsek di Kecamatan ini yakni Polsek Depok Barat, Depok Timur, dan Bulaksumur.

Keistimewaan Kecamatan Depok semakin bertambah dengan keberadaan beberapa obyek vital seperti Bandar Udara Adisucipto Yogyakarta, Stadion Sleman dan Markas Polda DIY. Berbagai Pusat Perbelanjaan dan Hotel juga berlokasi di wilayah ini. Bagi yang tidak tahu, mungkin akan menganggap wilayah kecamatan Depok masih menjadi bagian kota Yogyakarta.Depok dibagi menjadi tiga wilayah administratif, yaitu :

Selengkapnya...

Kalurahan Maguwoharjo

Maguwoharjo adalah sebuah desa yang terletak di kecamatan Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Lurah desa ini adalah H. Imindi Kasmiyanto. Maguwoharjo mempunyai kode pos 55282. Desa Maguwoharjo terletak pada 7º46’21” LS dan 110º25’30” BT, dengan luas wilayah 15.010.800 M2, dan jumlah penduduk 25.125 jiwa. Nama Maguwoharjo diambil dari nama lapangan terbang yang ada di wilayah ini yakni lapangan terbang Meguwo, yang sekarang lebih dikenal dengan Bandar Udara Adisucipto. Selain Bandar Udara Adisucipto, beberapa obyek vital yang terdapat di wilayah ini diantaranya adalah: Kampus Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, dan Stadion Internasional Sleman.

Pada mulanya Desa Maguwoharjo merupakan wilayah yang terdiri dari 5 (lima) Kelurahan dan 2 (dua) kampung, masing-masing adalah: Kelurahan Kembang, Kelurahan Nayan, Kelurahan Tajem, Kelurahan Paingan, Kelurahan Padasan, Kampung Pengawatrejo, Kampung Blimbingsari. Berdasarkan maklumat Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta yang diterbitkan tahun 1946 mengenai Pemerintahan Kelurahan, maka 5 (lima) Kelurahan dan 2 (dua) kampung tersebut kemudian digabung menjadi 1 Desa yang otonom dengan nama Desa Maguwoharjo. Secara resmi Desa Maguwoharjo ditetapkan berdasarkan Maklumat Nomor 5 Tahun 1948 tentang Perubahan Daerah-Daerah Kelurahan.


Adapun padukuhan yang berada di wilayah ini adalah :
1.Banjeng
2.Corongan
3.Demangan
4. Denokan
5. Jenengan
6. Kalongan
7. Karangploso
8. Kembang
9. Krodan
10. Meguwo
11. Nanggulan
12. Nayan
13. Pugeran
14. Ringinsari
15. Sambilegi Kidul
16. Sambilegi Lor
17. Sanggrahan
18. Sembego
19. Setan
20. Tajem


Selengkapnya...

Kalurahan Condongcatur

Condongcatur adalah sebuah desa yang terletak di kecamatan Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Kode Pos 55283. Sebelum tahun 1946, wilayah Desa Condongcatur yang sekarang ini ada, pada mulanya merupakan wilayah dari 4 (empat) kelurahan, masing-masing adalah: Kelurahan Manukan, Kelurahan Gejayan, Kelurahan Gorongan, Kelurahan Kentungan

Berdasarkan maklumat Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta yang diterbitkan tahun 1946 mengenai Pemerintah Kelurahan, maka 4 (empat) kelurahan tersebut kemudian digabung menjadi 1 (satu) “ Kelurahan yang otonom” dengan nama Condongcatur yang secara resmi ditetapkan berdasarkan maklumat Nomor : 5 Tahun 1948 tentang Perubahan Daerah-Daerah Kelurahan, Desa Condongcatur berdiri atau diresmikan pada tanggal 26 Desember 1946.



Adapun padusunan dalam wilayahnya adalah sebagai berikut

1. Dabag
2. Dero
3. Gandok
4. Gejayan
5. Gempol
6. Joho
7. Kaliwaru
8. Kayen
9. Kentungan
10. Manukan
11. Ngringin
12. Ngropoh
13. Pikgondang
14. Pondok
15. Pring Wulung
16. Sanggahan
17. Soropadan
18. Tiyasan




Selengkapnya...

Kalurahan Caturtunggal

Caturtunggal adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Depok, kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Desa Caturtunggal terletak pada posisi 7º46’48” LS, dan 110º23’45” BT, dengan luas wilayah 11.070.000 M² dan didiami oleh 57.228 jiwa.

Pada mulanya Desa Caturtunggal merupakan wilayah yang terdiri dari 5 (lima) kelurahan, yaitu Kelurahan Karangwuni, Kelurahan Mrican, Kelurahan Demangan, Kelurahan Ambarukmo, dan Kelurahan Kledokan. Berdasarkan Maklumat Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta yang diterbitkan tahun 1946 mengenai Pemerintahan Kelurahan, maka lima kelurahan tersebut kemudian digabung menjadi satu desa yang otonom dengan nama Desa Caturtunggal yang secara resmi ditetapkan berdasarkan Maklumat Nomor 5 Tahun 1948 tentang Perubahan Daerah-daerah Kelurahan.

Sebagai daerah dengan PTN terbanyak, maka daerah ini hampir seperempatnya dihuni oleh mahasiswa. Banyak terdapat lokasi indekos dan penginapan. Secara administratif, wilayah Caturtunggal dibagi menjadi 20 dusun. Adapun pembagian dusun Caturtunggal adalah sebagai berikut



1. Ambarukmo
2. Blimbingsari
3. Gowok
4. Janti
5. Karang Gayam
6. Karang Malang
7. Karangwuni
8. Kledokan
9. Kocoran
10. Manggung
11. Mrican
12. Ngentak
13. Nologaten
14. Papringan
15. Sagan
16. Samirono
17. Santren
18. Seturan
19. Tambakbayan
20. Tempel


Selengkapnya...

Sleman secara administratif

Kabupaten Sleman terdiri dari tujuh belas kecamatan :

  • Prambanan
  • Berbah
  • Cangkringan
  • Depok
  • Ngemplak
  • Mlati
  • Ngaglik
  • Pakem
  • Turi
  • Tempel
  • Sleman
  • Minggir
  • Moyudan
  • Gamping
  • Godean
  • Seyegan
  • Kalasan
Selengkapnya...

Friday, November 27, 2009

Keunikan Sleman Timur

Sleman timur boleh dikatakan sebagai "kawasan international". Bagaimana tidak ? Pasalnya, Candi Prambanan yang kesohor sampai mancanegara, separuh wilayahnya berada di wilayah Sleman. Selain daripada itu, Sleman Timur ini merupakan gerbang timur Daerah Istimewa Yogyakarta dimana di sebelah timur langsung berbatasan dengan wilayah Jawa Tengah.




Wilayah ini berkembang berkat lalu lintas antar propinsi yang melewati Jalan Solo. Situasi sebagai wilayah transit sudah terasa mulai dari Janti, apabila memakai jalur darat jalan raya sampai dengan perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah di wilayah pasar Prambanan. Candi Prambanan yang nampak disamping ini berada di sisi Kabupaten Sleman, tepatnya Kecamatan Prambanan.

Beberapa kilometer ke arah Yogyakarta (ke arah Barat, red), terdapat beberapa tempat-tempat yang penting, salah satunya adalah Bandar Udara Internasional Adisutjipto yang berdampingan dengan Akademi Angkatan Udara.

Meski AAU dan Adisutjipto secara administratif masuk wilayah Bantul, namun arus lalu lintas keluar-masuk kompleks melalui jalur Jalan Solo, sehingga arus traffic inilah yang menyebabkan wilayah ini memiliki dinamika tersendiri. MAD
Selengkapnya...

Tuesday, November 24, 2009

Dinamika Sleman Selatan

Sleman boleh dikatakan sebagai sebuah kabupaten yang beruntung. Betapa tidak,selain tanahnya yang subur di sebelah utara dan terdapatnya situs bersejarah Prambanan dan Kraton Boko, juga memiliki "cluster" pendidikan tinggi. Apabila diperhatikan, Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Islam Indonesia, Universitas Sanata Dharma, Universitas Atmajaya serta Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga terletak di Kabupaten Sleman. Hal ini menjadikan beberapa wilayah di Sleman sebagai pusat intelektualitas Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini menjadikan Kecamatan Depok memiliki dinamika akademis dan intelektualitas yang senantiasa bergulir dengan cepatnya.

Banyak sekali terdapat kos-kosan dan kontrakan, usaha penyedia kebutuhan hidup, warung makan, warnet, bahkan dewasa ini terdapat warung hotspot dan cafe yang selalu ramai pengunjung. Hal ini menjadikan "seakan-akan" wilayah kecamatan Depok menjadi sebuah kota administratif.

Di bawah ini kami tunjukkan beberapa pojok Sleman Selatan yang penuh dengan dinamika.

1. Wilayah Jalan Gejayan dekat Selokan Mataram sebagai sebuah bukti akan dinamika itu. Berbeda dengan wilayah Sleman Utara yang penuh dengan nuansa pedesaan, maka wilayah Gejayan ini memiliki nuansa dinamis. Terlihat dari berbagai baliho yang memenuhi wilayah ini.




2. Semakin maraknya ekonomi kreatif



3. Pelayanan-pelayanan umum di wilayah ini menggunakan sistem manajemen modern. Di bawah ini mengilustrasikan sebuah Puskesmas di wilayah Depok yang telah mendapatkan sertifikasi ISO 9000.



4. Pertumbuhan yang pesat beserta permasalahannya


Selengkapnya...

Wisata Sleman Utara


Letak Sleman yang berada pada lereng Merapi sebelah selatan menjadikan Sleman memiliki potensi wisata alam yang bagus. Kondisi tanahnya yang subur menjadikan Sleman dapat dijadikan sentra wisata Agro. Boleh dikata, masyarakat Sleman Utara dimanjakan oleh kondisi alam yang sangat indah dan subur. Teringat saat kecil dahulu almarhumah nenekku sering mengajakku ke pasar Turi untuk menjajakan salak pondoh setenggok besar hasil dari kebun. Sleman Utara juga dimanjakan oleh pengairan yang lancar sehingga sangatlah mudah untuk membangun kolam ikan.

Berikut ini gambaran agrowisata di beberapa wilayah Sleman Utara, mulai dari pembibitan salak pondoh, trecking, perikanan dan lain sebagainya.
Nature tourism merupakan sebuah potensi yang dapat dikembangkan. Foto dibawah ini menunjukkan sebuah spanduk rentang jalan acara Jelajah Bukit Turgi pada bulan Agustus 2008.

Sebuah cottage di pinggir sungai Boyong yang disewakan untuk umum. Cottage ini disewakan seharga 250 ribu rupiah per 24 jam. Dari cottage ini bisa dilihat pemandangan sungai boyong dan kehidupan alamiah di bawahnya.



Sebuah delman yang melayani "trayek" Turi-Tempel. Meski bagi orang desa, sebuah delman dianggap sebagai sesuatu yang kuno, namun bagi wisatawan metropolitan, menaiki delman sembari melihat indahnya perkebunan salak dan persawahan di kanan kiri jalan merupakan sesuatu yang mengasyikkah.


Sebuah papan pengumuman yang menerangkan beberapa obyek menarik dapat dilihat di dusun Kelor. Alangkah asyiknya apabila obyek-obyek wisata demikian dikelola sedemikian rupa sehingga laku, dengan melibatkan pihak-pihak dalam value-add tourism.

Namun, ada pula yang mengecewakan, yaitu Pasar Agropolitan yang didiamkan saja. Sangat mubadzir apabila kita melihat hal seperti ini. Nampak bahwa pembangunan pasar tersebut tidak direncanakan dengan matang atau dalam pengelolaannya kurang diperhatikan atau terjadi CONFLICT of INTEREST ....Sungguh sayang dan menyayangkan.



Selengkapnya...